Senin, 10 Desember 2012

Kelompok Sosial

Kelompok Sosial


 A.   Pengertian Kelompok Sosial
Secara sosiologis pengertian kelompok sosial adalah suatu kumpulan orang-orang yang mempunyai hubungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan dapat mengakibatkan tumbuhnya perasaan bersama. Disamping itu terdapat beberapa definisi dari para ahli mengenai kelompok sosial.
Menurut Josep S Roucek dan Roland S Warren kelompok sosial adalah suatu kelompok yang meliputi dua atau lebih manusia, yang diantara mereka terdapat beberapa pola interaksi yang dapat dipahami oleh para anggotanya atau orang lain secara keseluruhan.
B.    Proses Terbentuknya Kelompok Sosial
Menurut Abdul Syani, terbentuknya suatu kelompok sosial karena adanya naluri manusia yang selalu ingin hidup bersama. Manusia membutuhkan komunikasi dalam membentuk kelompok, karena melalui komunikasi orang dapat mengadakan ikatan dan pengaruh psikologis secara timbal balik. Ada dua hasrat pokok manusia sehingga ia terdorong untuk hidup berkelompok, yaitu:
  1. Hasrat untuk bersatu dengan manusia lain di sekitarnya
  2. Hasrat untuk bersatu dengan situasi alam sekitarnya 
C.    Syarat Terbentuknya Kelompok Sosial
Kelompok-kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama dan saling berinteraksi. Untuk itu, setiap himpunan manusia agar dapat dikatakan sebagai kelompok sosial, haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Setiap anggota kelompok memiliki kesadaran bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan.
  2. Ada kesamaan faktor yang dimiliki anggota-anggota kelompok itu sehingga hubungan antara mereka bartambah erat. Faktor-faktor kesamaan tersebut, antara lain
    • Persamaan nasib
    • Persamaan kepentingan
    • Persamaan tujuan
    • Persamaan ideologi politik
    • Persamaan musuh
    3. Kelompok sosial ini berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku.
  3. Kelompok sosial ini bersistem dan berproses.
D.   Macam-Macam Kelompok Sosial
1.    Klasifikasi Tipe-tipe Kelompok Sosial
Menurut Soerjono Soekanto dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:
a.    Berdasarkan besar kecilnya anggota kelompok
Menurut George Simmel, besar kecilnya jumlah anggota kelompok akan memengaruhi kelompok dan pola interaksi sosial dalam kelompok tersebut. Dalam penelitiannya, Simmel memulai dari satu orang sebagai perhatian hubungan sosial yang dinamakan monad. Kemudian monad dikembangkan menjadi dua orang atau diad, dan tiga orang atau triad, dan kelompok-kelompok kecil lainnya. Hasilnya semakin banyak jumlah anggota kelompoknya, pola interaksinya juga berbeda.
b.    Berdasarkan derajat interaksi dalam kelompok
Derajat interaksi ini juga dapat dilihat pada beberapa kelompok sosial yang berbeda. Kelompok sosial seperti keluarga, rukun tetangga, masyarakat desa, akan mempunyai kelompok yang anggotanya saling mengenal dengan baik (face-to-face groupings). Hal ini berbeda dengan kelompok sosial seperti masyarakat kota, perusahaan, atau negara, di mana anggota-anggotanya tidak mempunyai hubungan erat.
c.     Berdasarkan kepentingan dan wilayah
Sebuah masyarakat setempat (community) merupakan suatu kelompok sosial atas dasar wilayah yang tidak mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu. Sedangkan asosiasi (association) adalah sebuah kelompok sosial yang dibentuk untuk memenuhi kepentingan tertentu.
d.    Berdasarkan kelangsungan kepentingan
Adanya kepentingan bersama merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terbentuknya sebuah kelompok sosial. Suatu kerumunan misalnya, merupakan kelompok yang keberadaannya hanya sebentar karena kepentingannya juga tidak berlangsung lama. Namun, sebuah asosiasi mempunyai kepentingan yang tetap.
e.    Berdasarkan derajat organisasi
Kelompok sosial terdiri atas kelompok-kelompok sosial yang terorganisasi dengan rapi seperti negara, TNI, perusahaan dan sebagainya. Namun, ada kelompok sosial yang hampir tidak terorganisasi dengan baik, seperti kerumunan.
Secara umum tipe-tipe kelompok sosial adalah sebagai berikut.
  1. Kategori statistik, yaitu pengelompokan atas dasar ciri tertentu yang sama, misalnya kelompok umur.
  2. Kategori sosial, yaitu kelompok individu yang sadar akan ciri-ciri yang dimiliki bersama, misalnya HMI (Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia).
  3. Kelompok sosial, misalnya keluarga batih (nuclear family)
  4. Kelompok tidak teratur, yaitu perkumpulan orang-orang di suatu tempat pada waktu yang sama karena adanya pusat perhatian yang sama. Misalnya, orang yang sedang menonton sepak bola.
  5. Organisasi Formal, yaitu kelompok yang sengaja dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditentukan terlebih dahulu, misalnya perusahaan.
2.    Kelompok Sosial dipandang dari Sudut Individu
Pada masyarakat yang kompleks, biasanya setiap manusia tidak hanya mempunyai satu kelompok sosial tempat ia menjadi anggotanya. Namun, ia juga menjadi anggota beberapa kelompok sosial sekaligus. Terbentuknya kelompok-kelompok sosial ini biasanya didasari oleh kekerabatan, usia, jenis kelamin, pekerjaan atau kedudukan. Keanggotaan masing-masing kelompok sosial tersebut akan memberikan kedudukan dan prestise tertentu. Namun yang perlu digarisbawahi adalah sifat keanggotaan suatu kelompok tidak selalu bersifat sukarela, tapi ada juga yang sifatnya paksaan. Misalnya, selain sebagai anggota kelompok di tempatnya bekerja, Pak Tomo juga anggota masyarakat, anggota perkumpulan bulu tangkis, anggota Ikatan Advokat Indonesia, anggota keluarga, anggota Paguyuban masyarakat Jawa dan sebagainya.
3.    In-Group dan Out-Group
Sebagai seorang individu, kita sering merasa bahwa aku termasuk dalam bagian kelompok keluargaku, margaku, profesiku, rasku, almamaterku, dan negaraku. Semua kelompok tersebut berakhiran dengan kepunyaan “ku”. Itulah yang dinamakan kelompok sendiri (In group) karena aku termasuk di dalamnya. Banyak kelompok lain dimana aku tidak termasuk keluarga, ras, suku bangsa, pekerjaan, agama dan kelompok bermain. Semua itu merupakan kelompok luar (out group) karena aku berada di luarnya.
In-group dan out-group dapat dijumpai di semua masyarakat, walaupun kepentingan-kepentingannya tidak selalu sama. Pada masyarakat primitif yang masih terbelakang kehidupannya biasanya akan mendasarkan diri pada keluarga yang akan menentukan kelompok sendiri dan kelompok luar seseorang. Jika ada dua orang yang saling tidak kenal berjumpa maka hal pertama yang mereka lakukan adalah mencari hubungan antara keduanya. Jika mereka dapat menemukan adanya hubungan keluarga maka keduanya pun akan bersahabat karena keduanya merupakan anggota dari kelompok yang sama. Namun, jika mereka tidak dapat menemukan adanya kesamaan hubungan antaa keluarga maka mereka adalah musuh sehingga merekapun bereaksi.
Pada masyarakat modern, setiap orang mempunyai banyak kelompok sehingga mungkin saja saling tumpang tindih dengan kelompok luarnya. Siswa lama selalu memperlakukan siswa baru sebagai kelompok luar, tetapi ketika berada di dalam gedung olahraga mereka pun bersatu untuk mendukung tim sekolah kesayangannya.
4.    Kelompok Primer (Primary Group) dan Kelompok Sekunder (Secondary Group)
Menurut Charles Horton Cooley, kelompok primer adalah kelompok-kelompok yang ditandai dengan ciri-ciri saling mengenal antara anggota-anggotanya serta kerja sama yang erat yang bersifat pribadi. Sebagai salah satu hasil hubungan yang erat dan bersifat pribadi tadi adalah adanya peleburan individu-individu ke dalam kelompok-kelompok sehingga tujuan individu menjadi tujuan kelompok juga. Oleh karena itu hubungan sosial di dalam kelompok primer berisfat informal (tidak resmi), akrab, personal, dan total yang mencakup berbagai aspek pengalaman hidup seseorang.
Di dalam kelompok primer, seperti: keluarga, klan, atau sejumlah sahabat, hubungan sosial cenderung bersifat santai. Para anggota kelompok saling tertarik satu sama lainnya sebagai suatu pribadi. Mereka menyatakan harapan-harapan, dan kecemasan-kecemasan, berbagi pengalaman, mempergunjingkan gosip, dan saling memenuhi kebutuhan akan keakraban sebuah persahabatan.
Di sisi lain, kelompok sekunder adalah kelompok-kelompok besar yang terdiri atas banyak orang, antara dengan siapa hubungannya tida perlu berdasarkan pengenalan secara pribadi dan sifatnya juga tidak begitu langgeng. Dalam kelompok sekunder, hubungan sosial bersifat formal, impersonal dan segmental (terpisah), serta didasarkan pada manfaat (utilitarian). Seseorang tidak berhubungan dengan orang lain sebagai suatu pribadi, tetapi sebagai seseorang yang berfungsi dalam menjalankan suatu peran. Kualitas pribadi tidak begitu penting, tetapi cara kerjanya.
5.    Paguyuban (Gemeinschaft) dan Patembayan (Gesellschaft)
Konsep paguyuban (gemeinschaft) dan patembayan (gesellschaft) dikemukakan olehFerdinand Tonnies. Pengertian paguyuban adalah suatu bentuk kehidupan bersama, di mana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah, serta kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Bentuk paguyuban terutama akan dijumpai di dalam keluarga, kelompok kekerabatan, rukun tetangga, dan sebagainya. Secara umum ciri-ciri paguyuban adalah:
  1. Intimate, yaitu hubungan yang bersifat menyeluruh dan mesra
  2. Private, yaitu hubungan yang bersifat pribadi
  3. Exclusive, yaitu hubungan tersebut hanyalah untuk “kita” saja dan tidak untuk orang lain di luar “kita”
Di dalam setiap masyarakat selalu dapat dijumpai salah satu di antara tiga tipe paguyuban berikut.
  1. Paguyuban karena ikatan darah (gemeinschaft by blood), yaitu gemeinschaft atau paguyuban yang merupakan ikatan yang didasarkan pada ikatan darah atau keturunan. Misalnya keluarga dan kelompok kekerabatan.
  2. Paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place), yaitu suatu paguyuban yang terdiri atas orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga dapat saling tolong-menolong. Misalnya kelompok arisan, rukun tetangga.
  3. Paguyuban karena jiwa pikiran (gemeinschaft of mind), yaitu paguyuban yang terdiri atas orang-orang yang walaupun tidak mempunyai hubungan darah ataupun tempat tinggalnya tidak berdekatan, akan tetapi mereka mempunyai jiwa, pikiran, dan ideologi yang sama. Ikatan pada paguyuban ini biasanya tidak sekuat paguyuban karena darah atau keturunan.
Sebaliknya, patembayan (gesellschaft) adalah ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu tertentu yang pendek. Patembayan bersifat sebagai suatu bentuk dalam pikiran belaka (imaginary) serta strukturnya bersifat mekanis seperti sebuah mesin. Bentuk  gesellschaftterutama terdapat di dalam hubungan perjanjian yang bersifat timbal balik. Misalnya, ikatan perjanjian kerja, birokrasi dalam suatu kantor, perjanjian dagang, dan sebagainya.
Ciri-ciri hubungan paguyuban dengan patembayan dapat diketahui dari tabel berikut:
Paguyuban
Patembayan
Personal
Informal
Tradisional
Sentimental
Umum
Impersonal
Formal, kontraktul
Utilitarian
Realistis, “ketat”
Khusus

6.    Formal Group dan Informal Group
Menurut Soerjono Soekanto, formal group adalah kelompok yang mempunyai peraturan yang tegas dan sengaja diciptakan oleh anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antar sesamanya. Kriteria rumusan organisasi formal group merupakan keberadaan tata cara untuk memobilisasikan dan mengoordinasikan usaha-usaha demi tercapainya tujuan berdasarkan bagian-bagian organisasi yang bersifat khusus.
Organisasi biasanya ditegakkan pada landasan mekanisme administratif. Misalnya, sekolah terdiri atas beberapa bagian, seperti kepala sekolah, guru, siswa, orang tua murid, bagian tata usaha dan lingkungan sekitarnya. Organisasi seperti itu dinamakan birokrasi. Menurut Max Weber, organisasi yang didirikan secara birokrasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Tugas organisasi didistribusikan dalam beberapa posisi yang merupakan tugas-tugas jabatan.
  2. Posisi dalam organisasi terdiri atas hierarki struktur wewenang.
  3. Suatu sistem peraturan memengaruhi keputusan dan pelaksanaannya.
  4. Unsur staf yang merupakan pejabat, bertugas memelihara organisasi dan khususnya keteraturan organisasi.
  5. Para pejabat berharap agar hubungan atasan dengan bawahan dan pihak lain bersifat orientasi impersonal.
  6. Penyelenggaraan kepegawaian didasarkan pada karier.
Sedangkan pengertian informal group adalah kelompok yang tidak mempunyai struktur dan organisasi yang pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang berulang kali. Dasar pertemuan-pertemuan tersebut adalah kepentingan-kepentingan dan pengalaman-pengalaman yang sama. Misalnya klik (clique), yaitu suatu kelompok kecil tanpa struktur formal yang sering timbul dalam kelompok-kelompok besar. Klik tersebut ditandai dengan adanya pertemuan-pertemuan timbal balik antaranggota yang biasanya hanya “antarakita” saja.
7.    Membership Group dan Reference Group
Mengutip pendapat Robert K Merton, bahwa membership group adalah suatu kelompok sosial, di mana setiap orang secara fisik menjadi anggota kelompok tersebut. Batas-batas fisik yang dipakai untuk menentukan keanggotaan seseorang tidak dapat ditentukan secara mutlak. Hal ini disebabkan perubahan-perubahan keadaan. Situasi yang tidak tetap akan memengaruhi derajat interaksi di dalam kelompok tadi sehingga adakalanya seorang anggota tidak begitu sering berkumpul dengan kelompok tersebut walaupun secara resmi dia belum keluar dari kelompok itu.
Reference group adalah kelompok sosial yang menjadi acuan seseorang (bukan anggota kelompok) untuk membentuk pribadi dan perilakunya. Dengan kata lain, seseorang yang bukan anggota kelompok sosial bersangkutan mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tadi. Misalnya, seseorang yang ingin sekali menjadi anggota TNI, tetapi gagal memenuhi persyaratan untuk memasuki lembaga pendidikan militer. Namun, ia bertingkah laku layaknya seorang perwira TNI meskipun dia bukan anggota TNI.
8.    Kelompok Okupasional dan Volunteer
Pada awalnya suatu masyarakat, menurut Soerjono Soekanto, dapat melakukan berbagai pekerjaan sekaligus. Artinya, di dalam masyarakat tersebut belum ada pembagian kerja yang jelas. Akan tetapi, sejalan dengan kemajuan peradaban manusia, sistem pembagian kerja pun berubah. Salah satu bentuknya adalah masyarakat itu sudah berkembang menjadi suatu masyarakat yang heterogen. Pada masyarakat seperti ini, sudah berkembang sistem pembagian kerja yang didasarkan pada kekhususan atau spesialisasi. Warga masyarakat akan bekerja sesuai dengan bakatnya masing-masing. Setelah kelompok kekerabatan yang semakin pudar fungsinya, muncul kelompok okupasional yang merupakan kelompok terdiri atas orang-orang yang melakukan pekerjaan sejenis. Kelompok semacam ini sangat besar peranannya di dalam mengarahkan kepribadian seseorang terutama para anggotanya.
Sejalan dengan berkembangnya teknologi komunikasi, hampir tidak ada masyarakat yang tertutup dari dunia luar sehingga ruang jangkauan suatu masyarakatpun semakin luas. Meluasnya ruang jangkauan ini mengakibatkan semakin heterogennya masyarakat tersebut. Akhirnya tidak semua kepentingan individual warga masyarakat dapat dipenuhi.
Akibatnya dari tidak terpenuhinya kepentingan-kepentingan masyarakat secara keseluruhan, muncullah kelompok volunteer. Kelompok ini mencakup orang-orang yang mempunyai kepentingan sama, namun tidak mendapatkan perhatian masyarakat yang semakin luas jangkauannya tadi. Dengan demikian, kelompok volunteer dapat memenuhi kepentingan-kepentingan anggotanya secara individual tanpa mengganggu kepentingan masyarakat secara luas.
Beberapa kepentingan itu antara lain:
  1. Kebutuhan akan sandang, pangan dan papan
  2. Kebutuhan akan keselamatan jiwa dan harta benda
  3. Kebutuhan akan harga diri
  4. Kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri
  5. Kebutuhan akan kasih sayang
E.    Kelompok Sosial yang Tidak Teratur
1.    Kerumunan (Crowd)
Kerumunan adalah sekelompok individu yang berkumpul secara kebetulan di suatu tempat pada waktu yang bersamaan. Ukuran utama adanya kerumunan adalah kehadiran orang-orang secara fisik. Sedikit banyaknya jumlah kerumunan adalah sejauh mata dapat melihat dan selama telingan dapat mendengarkannya. Kerumunan tersebut segera berakhir setelah orang-orangnya bubar. Oleh karena itu, kerumunan merupakan suatu kelompok sosial yang bersifat sementara (temporer).
Secara garis besar Kingsley Davis membedakan bentuk kerumunan menjadi:
a.    Kerumunan yang berartikulasi dengan struktur sosial
Kerumunan ini dapat dibedakan menjadi:
1)    Khalayak penonton atau pendengar formal (formal audiences), merupakan kerumunan yang mempunyai pusat perhatian dan tujuan yang sama. Misalnya, menonton film, mengikuti kampanye politik dan sebagainya.
2)    Kelompok ekspresif yang telah direncanakan (planned expressive group), yaitu kerumunan yang pusat perhatiannya tidak begitu penting, akan tetapi mempunyai persamaan tujuan yang tersimpul dalam aktivitas kerumunan tersebut.
b.    Kerumunan yang bersifat sementara (Casual Crowd)
Kerumunan ini dibedakan menjadi:
1)    Kumpulan yang kurang menyenangkan (inconvenient aggregations).  Misalnya, orang yang sedang antri tiket, orang-orang yang menunggu kereta.
2)    Kumpulan orang-orang yang sedang dalam keadaan panik (panic crowds), yaitu orang-orang yang bersama-sama berusaha untuk menyelamatkan diri dari bahaya. Dorongan dalam diri individu-individu yang berkerumun tersebut mempunyai kecenderungan untuk mempertinggi rasa panik. Misalnya, ada kebakaran dan gempa bumi.
3)    Kerumunan penonton (spectator crowds), yaitu kerumunan yang terjadi karena ingin melihat kejadian tertentu. Misalnya, ingin melihat korban lalu lintas.
c.     Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hukum (Lawless Crowd)
Kerumunan ini dibedakan menjadi:
1)    Kerumunan yang bertindak emosional (acting mobs), yaitu kerumunan yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Misalnya aksi demonstrasi dengan kekerasan.
2)    Kerumunan yang bersifat immoral (immoral crowds), yaitu kerumunan yang hampir sama dengan kelompok ekspresif. Bedanya adalah bertentangan dengan norma-norma masyarakat. Misalnya, orang-orang yang mabuk.
2.    Publik
Berbeda dengan kerumunan, publik lebih merupakan kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat komunikasi, seperti pembicaraan pribadi yang berantai, desas-desus, surat kabar, televisi, film, dan sebagainya. Alat penghubung semacam ini lebih memungkinkan suatu publik mempunyai pengikut-pengikut yang lebih luas dan lebih besar. Akan tetapi, karena jumlahnya yang sangat besar, tidak ada pusat perhatian yang tajam sehingga kesatuan juga tidak ada.
F.    Masyarakat Setempat (Community)
Masyarakat setempat adalah suatu masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu. Faktor utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar di antara anggota dibandingkan dengan interaksi penduduk di luar batas wilayahnya.
Secara garis besar masyarakat setempat berfungsi sebagai ukuran untuk menggaris bawahi kedekatan hubungan antara hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis tertentu. Akan tetapi, tempat tinggal tertentu saja belum cukup untuk membentuk suatu masyarakat setempat. Hal ini masih dibutuhkan adanya perasaan komunitas (community sentiment).
Beberapa unsur komunitas adalah:
1. Seperasaan
Unsur perasaan akibat seseorang berusaha untuk mengidentifikasikan dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut. Akibatnya, mereka dapat menyebutnya sebagai “kelompok kami” atau “perasaan kami”.
2. Sepenanggunan
Setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok dan keadaan masyarakat sendiri memungkinkan peranannya dalam kelompok.
3. Saling memerlukan
Individu yang bergabung dalam masyarakat setempat merasakan dirinya tergantung pada komunitas yang meliputi kebutuhan fisik maupun biologis.
Untuk mengklasifikasikan masyarakat setempat, dapat digunakan empat kriteria yang saling berhubungan, yaitu:
  1. Jumlah penduduk
  2. Luas, kekayaan, dan kepadatan penduduk
  3. Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat
  4. Organisasi masyarakat yang bersangkutan

Cara Proses Konseling Yang Baik

cara proses konseling yang baik

Banyak cara agar konseling merasa nyaman saat proses konseling diantaranya adalah dengan menyapa  konseli secara lembut dan disertai dengan senyuman. yang paling utama agar konseli tidak jenuh adalah buatlah kondisi ruangnya seindah dan senyaman mungkin agar konseli tidak merasa suntuk saat berada diruangan dan bisa mengutarakan semua masalahnya. contoh : alunkan musik yang bisa merefleksi diri (alunan piano).
Dan ini beberapa ragam teknik-teknik konseling
1.        Melayani :
Seorang konseling itu harus dapat melayani kliennya dengan sangat baik, menurut willis (2009) Attending yang baik ini sangat di butuhkan karena dapat :
a.       Meningkatkan harga diri klien
b.      Menciptakan suasana yang aman
c.       Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
2.        Empati :
Empati dapat diartikan sebagai kemampuan konselor untuk dapat merasakan dan menempatkan dirinya di posisi klien. Hal ini akan terlihat jelas pada ekspresi wajah dan bahasa tubuh konselor. Contoh, ketika klien merasa sedih, maka konselor harus bisa merasakan kesedihan kliennya.
3.        Refleksi :
Refleksi adalah upaya konselor memperoleh informasi lebih mendalam tentang apa yang dirasakan oleh klien dengan cara memantulkan kembali perasaan, pikiran, dan pengalaman klien.
4.        Eksplorasi :
Adalah suatu keterampilan konselor untuk menggali perasaan, pengalaman, dan pikiran klien. Disini seorang konselor harus dapat memahami dan mengerti apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien, agar klien bebas mengungkapkan masalahnya tanpa rasa takut, tertekan maupun terancam.
5.        Menangkap pesan utama :
Seorang konselor dapat memahami dan menyampaikan kembali inti pernyataan klien secara lebih sederhana. Untuk mengatakan kepada klien bahwa konselor bersama dia, dan berusaha untuk memahami apa yang dikatakan klien.
6.        Bertanya untuk membuka percakapan :
Seorang konselor hendaknya bertanya seperti bagaimana, bolehkah dsb. Untuk memulai percakapan. Agar tidak adanya suasana canggung yang dirasakan klien. Pertanyaan-pertanyaan terbuka ini sangat penting untuk memunculkan pertanyaan-pertanyaam baru dari klien.
7.        Bertanya tertutup :
Bentuk pertanyaan tertutup ini dimulai dengan kata-kata seperti “apakah”, “adakah”. Tujuannya untuk mengumpulkan informasi, menjernihkan atau memperjelas sesuatu.

8.        Dorongan minimal :
Dorongan yang diberikan konselor bertujuan agar klien bersemangat menyampaikan masalahnya dan mengarahkan pembicaraan agar mencapai sasaran dan tujuan konseling. Dorongan ini diucapkan dengan kata-kata singkat seperti ya.. terus.. lalu..
9.        Interpretasi :
Seorang konselor harus menggunakan teori-teori konseling dan menyesuaikannya dengan permasalahan klien. Teknik ini bertujuan memberikan rujukan dan pandangan atas perilaku klien agar mengerti dan berubah melalui pemahaman dan hasil rujukan baru tersebut.
10.    Mengarahkan :
Konselor harus memiliki kemampuan mengarahkan kliennya, agar klien dapat berpartisipasi secara penuh dalam proses konseling, dan mengikuti apa yang diperintahkan atau diucapkan oleh konselor.
11.    Menyimpulkan sementara :
Percakapan antara konselor dan klien hendaknya disimpulkan sementara agar dapat memberikan gambaran kilas balik atas apa yang telah dibicarakan sebelumnya. Tujuannya utuk mempertajam atau memperjelas fokus wawancara.
12.    Memimpin :
Dalam hal ini konselor diharapkan memiliki keterampilan untuk memimpin percakapan, agar percakapan itu tidak terbelit-belit, dan tercapainya tujuan yang diharapkan.
13.    Konfrontasi :
Adalah suatu teknik konseling yang menantang klien untuk melihat adanya diskrepansi atau inkonsistensi antara perkataan dan bahasa badan, dan lain sebagainya. Tujuannya untuk mendorong klien mengadakan penelitian diri secara jujur, meningkatkan potensi yang ada pada diri klien dan sebagainya.
14.    Menjernihkan :
Seorang klien harus dapat memperjelas maksud dari perkataan klien dengan bahasa dan alasan yang rasional sehingga mudah dipahami oleh klien. Dan mengklarifikasikan apa sebenarnya yang ingin diungkapkan klien ketika mereka mengungkapkannya dengan samar-samar atau kurang jelas.
15.    Memudahkan (facilitating) :
Adalah suatu keterampilan membuka komunikasi agar klien dapat mengungkapkan perasaan, pikiran dan pengalamannya secara bebas. Agar proses pengkonselingan berjalan efektif.


16.    Diam :
Ada saat atau waktunya seorang konselor bersikap diam, keadaan diam itu dapat mempermudah konselor maupun klien untuk berpikir, dan mempersilahkan klien untuk bebas berbicara.
17.    Mengambil inisiatif :
Seorang konselor harus memiliki inisiatif, agar klien semangat untuk mengungkapkan masalahnya. Inisiatif ini juga diperlukan apabila klien kehilangan arah pembicaraan.
18.    Memberi nasihat :
Teknik ini dilakukan jika klien meminta untuk diberi nasihat. Dan hendaklah seorang konselor menyatakan semua alasan mengapa dia merasa lebih baik jika memberikan nasihat. Dengan pemberian nasihat ini, sekurang-kurangnya dapat memberikan umpan balik kepada klien tentang dirinya sendiri.
19.    Memberikan informasi :
Teknik ini sama halnya dengan pemberian nasihat. Jika klien meminta informasi yang sebenarnya secara langsung yang berhubungan dengan masalah yang dihadapinya, maka penyuluh berkewajiban memberikan.
20.    Merencanakan :
Yaitu membicarakan kepada klien tentang hal-hal apa saja yang akan menjadi program dari konseling. Tujuannya untuk menjadikan klien produktif setelah mengikuti konseling.
21.    Menyimpulkan :
Konselor sebaiknya dapat menyimpulkan hasil pembicaraan secara keseluruhan yang menyangkut segala hal tetang klien, baik sebelum atau sesudah mengikuti proses konseling.
22.    Kontak mata :
Konselor sebaiknya duduk berhadapan dengan klien dalam suasana bebas, santai, dengan jarak cukup memadai untuk memungkinkan klien dapat merasa senang.
23.    Gaya dan sikap :
Seorang klien haruslah mampu berbicara dengan hangat dan bersahabat. Santai dan tenang, agar klien tidak canggung atau merasa kaku ketika berada dalam ruangan konseling.
24.    Mengikuti pokok pembicaraan :
Yaitu memusatkan perhatian pada apa yang dikatakan oleh klien dengan terus mendengarkan apa yang disampaikan oleh klien.
25.    Keterampilan memberikan tanggapan :
Teknik ini dimaksudkan bahwa konselor benar-benar mempunyai perhatian kepada klien dan ingin selalu memahami klien.
26.    Mengenal perasaan :
Pada teknik ini, seorang konselor harus dapat memahami perasaan kliennya, agar dapat menumbuhkan keakraban.
27.    Mempengaruhi dan mengajak :
Teknik ini digunakan untuk mengubah keyakinan, sikap, dan tingkah laku klien. Usaha mempengaruhi ini membuka kesempatan bagi penyuluh untuk memainkan perannya sebagai seorang ahli.
28.    Memahami dengan cermat :
Konselor perlu memahami apa yang klien katakana dan mampu mengkomunikasikan pemahaman penyuluhan itu kepada klien.
29.    Menggunakan contoh pribadi :
Seorang konselor kadang-kadang perlu memberi keyakinan dan mendorong klien jika dia mendengar dari konselor bahwa konselor juga pernah mengalami masalah yang sama.
30.    Bertanya secara langsung :
Adalah keterampilan dalam mengarahkan pembicaraan pada pokok-pokok persoalan tertentu. Keterampilan ini tidak boleh digunakan secara tergesa-gesa dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada klien untuk menilai keadaan dirinya sendiri.
31.    Memberikan penafsiran :
Tujuan teknik ini untuk membantu klien agar dapat memahami arti dari kejadian-kejadian dengan menyajikan beberapa pandangan.
32.    Mengupas masalah :
Yaitu menuntaskan permasalahan klien dengan cara-cara yang khusus. Maka disini seorang konselor harus dapat mengenali secara tepat masalah yang sebenarnya terjadi pada kliennya.
33.    mendengar secara tepat dan aktif        :
kegiatan ini menghendaki agar penyuluh lebih banyak diam dan menggunakan semua inderanya untuk menanggap semua pesan.
34.    membuat catatan
merupakan usaha sederhana tetapi sangat penting karena kegiatan ini mempunyai andil besar di dalam rencana pengubahan tingkah laku.
35.    bermain peran :
memerankan cara seseorang bertingkah laku dalam sesuatu jabatan atau fungsi tertentu. Dengan teknik ini, diharapkan orang yang memainkan peran dapat memahami apa yang dirasakan orang yang kita perankan.

36.    Memberikan contoh :
Penyuluh perlu memberikan contoh atau pola tingkah laku yang baik untuk klien yang tidak mengetahui bagaimana bertindak dalam suasana tertentu.
37.    Memikirkan dan membayangkan sesuatu :
Salah satu keterampilan yang penting dalam penyuluhan adalah bagaimana penyuluh dapat bekerja secara baik dengan kegiatan mental klien.
38.    desensitiasi :
tujuan dari pendekatan ini dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku melalui perpaduan beberapa teknik yang terdiri dari memikirkan sesuatu, menenangkan diri, dan membayangkan sesuatu.
39.    Sambutan terhadap klien :
Seorang konselor haruslah memiliki sikap yang baik dan bersahabat, terutama dalam menyambut seseorang yang akan menjadi kliennya. Agar klien merasanya nyaman.
40.    Mengungkapkan perasaan diri sendiri
Pemanfaatan perasaan secara efektif dapat menyangkut sejumlah hal. Bila penyuluh dengan secara terbuka mengungkapkan perasaannya kepada klien. Hal ini dapat menjadi contoh tentang tingkah laku yang diharapkan dari klien atau mungkin juga hal ini dapat meningkatkan suasana saling percaya-mempercayai.
41.  Memadukan Berbagai Strategi
Jika penyuluh telah menguasai secara terpisah-pisah keterampilan penyuluhan dan proses pengubahan, penyuluh diminta untuk memadukan strategi itu bila dirasanya cocok.
 
42.    Alih tangan
Jika konselor telah mengerahkan semua usahanya untuk membantu memecahkan masalah kliennya, tetapi belum membuahkan hasil, maka sebaiknya konselor tersebut mengalih tangankannya kepada yang lebih ahli.